Intip Kekuatan Sistem Peringatan Dini Jepang

Sampai saat ini, negara yang mampu mewujudkan potensi sistem peringatan dini secara maksimal dan menjadi pemimpin global dalam berinovasi, mengembangkan, dan menerapkan sistem peringatan dini yang efektif adalah Jepang.

Negara ini memelopori tiga dimensi keberhasilan penerapan sistem peringatan dini: teknologi, lembaga, dan keterlibatan masyarakat dalam berbagai skala dan tingkat.

Kemajuan teknologi untuk deteksi dini dan prakiraan bahaya secara tepat waktu telah mengalami revolusi dengan memanfaatkan superkomputer, satelit cuaca dan radar, serta sistem prakiraan cuaca (sistem Akuisisi Data Meteorologi Otomatis) yang secara otomatis mengirimkan data hidro-met dari 1.300 stasiun ke Badan Meteorologi Jepang. Aplikasi telepon pintar juga dibuat untuk membantu warga dalam membuat keputusan yang tepat.

Baca Juga : BMKG Siapkan Teknologi Peringatan Dini Gempa & Tsunami

Pada tahun 2015, untuk pertama kalinya di dunia, Jepang menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk memprediksi terjadinya topan dua minggu sebelumnya. Baru-baru ini, penggunaan “Fugaku” – superkomputer tercepat kedua dengan model prediksi 3D telah secara tepat memprediksi terjadinya hujan badai gerilya.

Meningkatnya penggunaan internet of things (sensor berkualitas tinggi yang dikembangkan secara lokal) dan kecerdasan buatan merevolusi keakuratan kejadian lokal untuk layanan hidro-met, gempa bumi, dan tsunami. Lembaga penelitian nasional Jepang, universitas, dan perusahaan swasta secara aktif melakukan penelitian dan pengembangan teknologi.

Mekanisme koordinasi yang kuat antara Badan Meteorologi Jepang, lembaga lokal dan regional (seperti departemen lokal dan prefektur) membantu memberikan peringatan yang tepat waktu, jelas, dan berwibawa dalam skala lokal. Sistem Peringatan Darurat ini memberdayakan koordinasi yang lancar antara otoritas dan masyarakat dengan memastikan evakuasi yang cepat dan memobilisasi sumber daya dengan cepat untuk penyebaran informasi ke departemen terkait.

Contoh penting adalah sistem berbasis satelit “J-Alert”, sistem peringatan dini nasional Jepang, yang memungkinkan otoritas untuk dengan cepat menyiarkan peringatan ke media lokal dan pusat-pusat komunitas.

Pendekatan Jepang dalam mengembangkan sistem peringatan dini yang berpusat pada masyarakat mendorong partisipasi lokal dengan menerapkan program BOSAI (kesiapsiagaan dan tanggap bencana) di tingkat lokal, regional, dan nasional untuk mengembangkan masyarakat yang tangguh. Platform Bosai Jepang yang inovatif adalah platform lintas industri yang memanfaatkan kemitraan publik-swasta-akademisi (dengan lebih dari 100 anggota dari berbagai industri) untuk mendukung pengurangan risiko bencana di Jepang.

Pengakuan politik atas penerapan sistem peringatan dini sebagai langkah adaptasi konkret diakui berdasarkan Undang-Undang Adaptasi Perubahan Iklim yang diberlakukan pada tahun 2018, yang tercermin dalam pembentukan 54 pusat adaptasi perubahan iklim lokal (LCCAC) di seluruh Jepang dan melibatkan sektor swasta dalam mempelopori kemajuan dan implementasi yang inovatif.

Dibandingkan dengan tahun 1950-60-an, pendekatan tersebut menghasilkan penurunan kematian sebesar 97% dan penurunan kerusakan ekonomi total sebesar 21% (sebagai bagian dari PDB) dari bencana alam pada tahun 2020 di Jepang. Negara ini memperluas dukungannya ke negara-negara berkembang.

Namun, penerapan universal dari teknologi dan praktik ini masih belum pasti karena variabilitas dalam konteks regional seperti lokasi, kondisi sosial ekonomi, dan kapasitas kelembagaan. Namun, negara lain dapat mencapai tingkat hasil yang sama jika mereka mengikuti prinsip-prinsip utama dari pengalaman Jepang.

Enam prinsip utama telah menjadi pusat keberhasilan Jepang
Pengakuan politik terhadap sistem peringatan dini sebagai tindakan adaptasi yang nyata.

  1. Pembinaan pengembangan teknologi canggih melalui kemitraan dengan sektor swasta, pusat penelitian, dan universitas.
  2. Menetapkan sistem peringatan yang tepat waktu, jelas, dan berwibawa.
  3. Keterlibatan pemangku kepentingan awal dan mekanisme koordinasi yang kuat telah tersedia.
  4. Memberikan dukungan untuk mengembangkan kapasitas lokal dan melaksanakan program pelatihan masyarakat secara berkala.
  5. Terakhir, menekankan pentingnya mengembangkan strategi untuk evaluasi sistematis dan tepat waktu terhadap efektivitas sistem peringatan dini.

Model implementasi sistem peringatan dini perintis Jepang menunjukkan manfaat nyata dari upaya adaptasi, dengan komitmen politik yang tegas, kemajuan teknologi, dan keterlibatan masyarakat yang aktif.

Pendekatan holistik Jepang terhadap sistem peringatan dini menjadi contoh cemerlang praktik terbaik untuk Prakarsa EWS4All yang tidak hanya menyelamatkan nyawa tetapi juga menawarkan harapan untuk masa depan yang tangguh.

BMKG Siapkan Teknologi Peringatan Dini Gempa & Tsunami

Indonesia yang terletak di wilayah cincin api Pasifik menghadapi risiko gempa bumi dan tsunami yang tinggi. Salah satu ancaman paling serius adalah gempa megathrust, yang dapat terjadi akibat pergeseran lempeng tektonik di zona subduksi. Gempa megathrust memiliki potensi memicu tsunami besar, mengancam jutaan jiwa di wilayah pesisir. Sebagai respons terhadap ancaman ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus mengembangkan teknologi peringatan dini untuk meminimalkan dampak bencana.

BMKG menyadari pentingnya sistem peringatan dini yang cepat dan akurat. Untuk itu, mereka telah memasang jaringan seismograf, GPS, serta buoy dan tide gauge di berbagai lokasi rawan gempa dan tsunami. Teknologi ini memungkinkan deteksi pergerakan lempeng secara real-time, sehingga BMKG dapat mengeluarkan peringatan lebih cepat ketika terjadi gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami.

Salah satu inovasi terbaru adalah pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mempercepat analisis data gempa. AI dapat membantu memperkirakan lokasi, kekuatan, dan potensi dampak gempa dengan lebih cepat dibanding metode konvensional. Selain itu, BMKG juga mengembangkan sistem peringatan dini berbasis SMS dan aplikasi mobile untuk memastikan informasi cepat diterima oleh masyarakat di daerah rawan.

Namun, teknologi saja tidak cukup. BMKG juga bekerja sama dengan pemerintah daerah, lembaga, dan masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Latihan evakuasi, edukasi publik, dan penataan wilayah pesisir menjadi bagian dari upaya mitigasi.

Dengan teknologi peringatan dini yang canggih dan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat, BMKG berharap dapat mengurangi risiko korban jiwa dan kerugian material akibat bencana gempa megathrust dan tsunami. Ancaman ini nyata, namun kesiapsiagaan dan teknologi dapat menyelamatkan banyak nyawa.