BMKG Ambon Pasang Alat Sensor Pendeteksi Gempa

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dapat meningkatkan alat sensor pendeteksi gempa di Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD).

Tahun ini kami ada rencana membangun shelter dan meningkatkan alat sensor pendeteksi gempa di Pulau Wetar, Kabupaten MBD, bersama bantuan pemerintah kabupaten yang telah memfasilitasi lahannya.

Ia mengatakan pemasangan sensor gempa tersebut merupakan salah satu upaya untuk memilih metode mitigasi bencana di Maluku.

“Alat tersebut berguna untuk menganalisis getaran gempa dengan hasil yang lebih cepat dan akurat,” katanya.

Pada 2023, pihaknya juga telah menempatkan tiga alat sensor pendeteksi gempa (seismograf) di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) dan Seram Bagian Barat (SBB) Provinsi Maluku.

Baca Juga : Tiga kecamatan di selatan berpotensi terdampak tsunami

Ketiga seismograf tersebut terpasang pada tahun 2023. Tahun 2023 di Kabupaten MBD dan SBB merupakan bagian dari 14 unit peralatan deteksi gempabumi yang terpasang di 11 kabupaten dan kota di Maluku.

Tercatat, perangkat sensor tersebut telah terpasang di Kota Ambon, Kairatu, Piru, Masohi, Siritaun, Obi, Olong, Banda, Namrole, Namlea, Saumlaki, Tual, Kepulauan Aru, dan Maluku Tenggara.

BMKG juga menempatkan peralatan penyebaran informasi gempabumi dan tsunami, yaitu Warning Receiver System (WRS) generasi terbaru sebagai proses peringatan dini terkait gempabumi yang terpantau secara tepat waktu.

Alat WRS generasi terbaru merupakan alat penerima informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dengan smart display. Keunggulan alat ini, katanya, informasi gempabumi bersifat real time, sehingga dapat memberikan informasi gempabumi lebih cepat.

Adanya proses pemantauan dan peringatan dini tsunami merupakan wujud kemajuan dan kesiapsiagaan Indonesia dalam upaya mencegah, atau setidaknya mengurangi dampak bahaya gempa bumi dan tsunami yang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja.

Djati memaparkan, alat tersebut dapat memperluas penyebaran informasi mengenai gempa bumi dan tsunami yang terjadi di wilayah NKRI, khususnya Provinsi Maluku.

Aplikasi WRS ini beroperasi secara otomatis saat PC dinyalakan dan beroperasi 24 jam, 7 hari seminggu, dan tidak boleh dimatikan.

Intip Kekuatan Sistem Peringatan Dini Jepang

Sampai saat ini, negara yang mampu mewujudkan potensi sistem peringatan dini secara maksimal dan menjadi pemimpin global dalam berinovasi, mengembangkan, dan menerapkan sistem peringatan dini yang efektif adalah Jepang.

Negara ini memelopori tiga dimensi keberhasilan penerapan sistem peringatan dini: teknologi, lembaga, dan keterlibatan masyarakat dalam berbagai skala dan tingkat.

Kemajuan teknologi untuk deteksi dini dan prakiraan bahaya secara tepat waktu telah mengalami revolusi dengan memanfaatkan superkomputer, satelit cuaca dan radar, serta sistem prakiraan cuaca (sistem Akuisisi Data Meteorologi Otomatis) yang secara otomatis mengirimkan data hidro-met dari 1.300 stasiun ke Badan Meteorologi Jepang. Aplikasi telepon pintar juga dibuat untuk membantu warga dalam membuat keputusan yang tepat.

Baca Juga : BMKG Siapkan Teknologi Peringatan Dini Gempa & Tsunami

Pada tahun 2015, untuk pertama kalinya di dunia, Jepang menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk memprediksi terjadinya topan dua minggu sebelumnya. Baru-baru ini, penggunaan “Fugaku” – superkomputer tercepat kedua dengan model prediksi 3D telah secara tepat memprediksi terjadinya hujan badai gerilya.

Meningkatnya penggunaan internet of things (sensor berkualitas tinggi yang dikembangkan secara lokal) dan kecerdasan buatan merevolusi keakuratan kejadian lokal untuk layanan hidro-met, gempa bumi, dan tsunami. Lembaga penelitian nasional Jepang, universitas, dan perusahaan swasta secara aktif melakukan penelitian dan pengembangan teknologi.

Mekanisme koordinasi yang kuat antara Badan Meteorologi Jepang, lembaga lokal dan regional (seperti departemen lokal dan prefektur) membantu memberikan peringatan yang tepat waktu, jelas, dan berwibawa dalam skala lokal. Sistem Peringatan Darurat ini memberdayakan koordinasi yang lancar antara otoritas dan masyarakat dengan memastikan evakuasi yang cepat dan memobilisasi sumber daya dengan cepat untuk penyebaran informasi ke departemen terkait.

Contoh penting adalah sistem berbasis satelit “J-Alert”, sistem peringatan dini nasional Jepang, yang memungkinkan otoritas untuk dengan cepat menyiarkan peringatan ke media lokal dan pusat-pusat komunitas.

Pendekatan Jepang dalam mengembangkan sistem peringatan dini yang berpusat pada masyarakat mendorong partisipasi lokal dengan menerapkan program BOSAI (kesiapsiagaan dan tanggap bencana) di tingkat lokal, regional, dan nasional untuk mengembangkan masyarakat yang tangguh. Platform Bosai Jepang yang inovatif adalah platform lintas industri yang memanfaatkan kemitraan publik-swasta-akademisi (dengan lebih dari 100 anggota dari berbagai industri) untuk mendukung pengurangan risiko bencana di Jepang.

Pengakuan politik atas penerapan sistem peringatan dini sebagai langkah adaptasi konkret diakui berdasarkan Undang-Undang Adaptasi Perubahan Iklim yang diberlakukan pada tahun 2018, yang tercermin dalam pembentukan 54 pusat adaptasi perubahan iklim lokal (LCCAC) di seluruh Jepang dan melibatkan sektor swasta dalam mempelopori kemajuan dan implementasi yang inovatif.

Dibandingkan dengan tahun 1950-60-an, pendekatan tersebut menghasilkan penurunan kematian sebesar 97% dan penurunan kerusakan ekonomi total sebesar 21% (sebagai bagian dari PDB) dari bencana alam pada tahun 2020 di Jepang. Negara ini memperluas dukungannya ke negara-negara berkembang.

Namun, penerapan universal dari teknologi dan praktik ini masih belum pasti karena variabilitas dalam konteks regional seperti lokasi, kondisi sosial ekonomi, dan kapasitas kelembagaan. Namun, negara lain dapat mencapai tingkat hasil yang sama jika mereka mengikuti prinsip-prinsip utama dari pengalaman Jepang.

Enam prinsip utama telah menjadi pusat keberhasilan Jepang
Pengakuan politik terhadap sistem peringatan dini sebagai tindakan adaptasi yang nyata.

  1. Pembinaan pengembangan teknologi canggih melalui kemitraan dengan sektor swasta, pusat penelitian, dan universitas.
  2. Menetapkan sistem peringatan yang tepat waktu, jelas, dan berwibawa.
  3. Keterlibatan pemangku kepentingan awal dan mekanisme koordinasi yang kuat telah tersedia.
  4. Memberikan dukungan untuk mengembangkan kapasitas lokal dan melaksanakan program pelatihan masyarakat secara berkala.
  5. Terakhir, menekankan pentingnya mengembangkan strategi untuk evaluasi sistematis dan tepat waktu terhadap efektivitas sistem peringatan dini.

Model implementasi sistem peringatan dini perintis Jepang menunjukkan manfaat nyata dari upaya adaptasi, dengan komitmen politik yang tegas, kemajuan teknologi, dan keterlibatan masyarakat yang aktif.

Pendekatan holistik Jepang terhadap sistem peringatan dini menjadi contoh cemerlang praktik terbaik untuk Prakarsa EWS4All yang tidak hanya menyelamatkan nyawa tetapi juga menawarkan harapan untuk masa depan yang tangguh.